Monday, December 8, 2014

“Decision Making in Young People at Familial Risk of Depression” Journal Review

Opening

            The lack of interest and pleasure (Anhedonia) are the cardinal symptoms of major depression and are generally used as an indication of abnormalities in reward systems. Although anhedonia symptoms starts to remit along with depression, it’s suggested that the neurobiological mechanisms which causes anhedonia could represent endophenotype kind of depression that might manifest in a change of behavior and neural changes outside of acute depressive episodes. Young people with no history of depression but at increased familial risk also have impaired neural processing of reward, particularly affecting the orbitofrontal cortex and anterior cingulate cortex. These cortical areas are known to be involved in reward-based learning.

Studies in adult patients with major depression have shown impaired decision making on reward-based task. This is also found in young children around the age of 10-11 years. This observation is consistent with a recent study using Cambridge Gambling Task (CGT). The goal of this research is to compare the differences in decision making between young people who are at familial risk and a control group who are not at risk.



Discussion

            In the study, 63 young people between the age of 16 to 20 years were recruited, with the mean age of 18.9 ±1.0 years, consisted of 39 women and 24 men. The participants does not have the risk of depression but has parents with a history of depression (FH+). In the study they are tested using SCID-I to ensure there are no personal history of depression, and the presence of major depression in a parent was assessed by the family history method using the participant as an informant. The criteria used included description of the symptoms of major depression together with the prescription of specific antidepressant treatment. This was followed up by direct verification from the affected parent (either by telephone or in writing); where parental history could not be verified, participants were excluded.

The research is done using the CGT which analyzes decision making and risk-taking behavior. The participants are shown 10 red boxes and blue boxes on top of a screen. The ratio of red to blue boxes varies between 9:1, 8:2, 7:3, 6:4 and 5:5, and vice versa in a random order. Participants are informed that a yellow token is hidden inside one of the boxes and are asked to indicate in which color box is the token most likely to be hidden, by pressing the color (RED or BLUE button). Then they are asked to gamble the points that they have from a total of 100 points for their choice. This shows how confident they are in their answers and how willing they are to risk the points that they have for a chance at a greater reward.

From the results of the study, there were no group differences of mood and anxiety states. There were group differences in IQ, which was subsequently used as a covariate. CGT performance did not differ significantly between FH+ and control participants. However, there was a significant group difference in risk taking with the FH+ participants taking fewer risks irrespective of how high or low the probability was of a favorable outcome.

Opinion

            The research about risk-taking in participants with parents who has a history of depression is interesting. From the results we can see that although the participants themselves didn’t have a personal history of depression, the FH+ group tends to take less risks compared to the control group.

From the research data itself, someone with a familial risk of depression will affect their risk-taking decisions. The study itself was done in an interesting fashion, the use of the CGT certainly helped with the data gathering, and the process of the experiment itself proved to be intriguing.



Summary

            The research about familial risk of depression is focused primarily towards young people. The study itself was done with willing participants that were divided between two groups, the FH+ group and the control group. The FH+ group being the group parents who had a history with depression, while the control group does not.

The study was done using the CGT (Cambridge Gambling Task) and focuses on taking data about the individual’s risk- taking behavior while also gathering some additional data in the process. Risk-taking behavior was measured using 10 red and blue boxes, in which one of them contained a yellow token. The participants were asked to choose which color they thought might contain the yellow token while also gambling their provided points in their decision to have a chance at a greater reward.

The results has shown that there are significant differences in risk-taking between the two groups. The FH+ group considerably less risk with their points compared to the control group. This shows the effect of familial risk of depression in young people.



References


Z. N. Mannie, C. Williams, M. Browning and P. J. Cowen. Decision making in young people at familial risk of depression . Psychological Medicine, available on CJO2014. doi:10.1017/S0033291714001482.

Friday, December 5, 2014

Sexuality: Sexual Orientation

Pendahuluan

            Sebelum memasuki topik orientasi seksual, kita harus mengetahui apakah yang dimaksud dengan sex dan apa pula yang dimaksud dengan gender. Sex adalah jenis kelamin seorang individu berdasarkan anatomi biologisnya, sebagai contoh; pria memiliki penis dan wanita memiliki vagina. Gender adalah identifikasi psikologis seorang individu terhadap kenyamanan masing – masing pada salah satu kategori jenis kelamin, (King, 2011).
            Seksualitas mempunyai subjek pembahasan yang luas, seperti disorder dalam perkembangan seksual, bertentangnya sex dan gender yang dimiliki seseorang, teori – teori perkembangan gender, psikologi perbedaan gender, dan berbagai macam hal lainnya. Dalam artikel klinis ini akan lebih mendalami apa itu yang dimaksud dengan orientasi seksual, berbagai macam orientasi seksual, faktor apa saja yang berkemungkinan berperan dalam orientasi seksual individu, dan berbagai macam subjek lain tentang topik ini.



Sexuality: Sexual Orientation

Definisi Orientasi Seksual

            Orientasi seksual adalah pola abadi emosional, romantis, dan ketertarikan seksual terhadap pria, wanita, atau keduanya. Orientasi seksual dapat pula dijadikan sebuah identitas berdasarkan ketertarikan tersebut, perilaku yang terkait, dan keanggotaan dalam sebuah komunitas berbagai individu dengan ketertarikan yang sama. Dari penelitian yang dilakukan dalam jangka berdekade – decade, telah di buktikan bahwa orientasi seksual mempunyai rangkaian kesatuan. Dalam rangkaian ini orientasi seksual biasa di diskusikan menggunakan tiga kategori, (American Psychological Association, 2008).

Kategori Orientasi Seksual

            Tiga kategori orientasi seksual itu adalah, heterosexual, homosexual, dan bisexual. Dimana heterosexual adalah ketertarikan seorang individu terhadap lawan sex, homosexual adalah ketertarikan seorang individu terhadap sex yang sama, dan bisexual adalah ketertarikan seorang individu terhadap lawan sex dan sex yang sama, (King, 2011).

Faktor – Faktor Yang Berkemungkinan Berperan Dalam Orientasi Seksual

            Tidak ada konsensus dari para ilmuwan tentang alasan paling tepat mengapa seorang individu memiliki orientasi seksual tertentu. Walau sudah banyak penelitian yang dilakukan dari segi genetis, hormonal, perkembangan, dan pengaruh sosial – kultur terhadap orientasi seksual, tidak ada penemuan yang dapat dijadikan kepastian oleh para ilmuwan untuk faktor yang mempengaruhi orientasi seksual seseorang. Banyak yang berpikir bahwa nature dan nurture berperan secara kompleks dalam subjeck ini, umumnya para individu tidak merasa mereka punya pilihan dalam orientasi seksual yang mereka miliki, (American Psychological Association, 2008).

Apakah Homosexuality Termasuk Mental Disorder?

            Tidak, orientasi lesbian, gay, dan bisexual tidak termasuk disorder. Penelitian tidak menemukan hubungan yang inheren antara orientasi – orientasi seksual tersebut dengan psychopathology (The scientific study of mental disorders). Heterosexualitas dan Homosexualitas merupakan aspek normal dalam seksualitas manusia. Kedua hal tersebut telah di dokumentasikan oleh berbagai macam abad dan budaya. Penelitian berdekade dan pengalaman klinis menunjukkan bahwa berbagai macam orientasi ini merupakan aspek normal dalam kehidupan manusia, (American Psychological Association, 2008).



Daftar Pustaka


American Psychological Association. (2008). Answers to your questions: For a better understanding of sexual orientation and homosexuality. Washington, DC: Author. [Retrieved from www.apa.org/topics/lgbt/orientation.pdf.].

King, L. A. (2011). The Science of Psychology: An Appreciative View 2nd Edition. New York: McGraw - Hill.

Review Jurnal “Decision Making in Young People at Familial Risk of Depression”

Pembukaan

            Berkurangnya ketertarikan dan kesenangan (Anhedonia) merupakan salah satu gejala terbesar dalam depresi yang sudah parah dan secara umum dijadikan representasi abnormalitas di mekanisme reward pada manusia. Walau gejala anhedonia mulai hilang seiring membaiknya depresi, tersugestikan bahwa mekanisme neurobiologis yang menyebabkan anhedonia dapat menyebabkan depresi endophenotype yang muncul pada perubahan perilaku dan neural di luar periode depresi yang parah. Orang – orang muda yang tidak memiliki sejarah depresi tetapi memiliki ancaman terturunkan dari keluarga juga memiliki proses neural reward yang bermasalah, lebih tepatnya pada orbitofrontal cortex dan anterior cingulate cortex. Area – area ini diketahui mempunyai peran dalam pembelajaran yang berhubungan dengan system perilaku reward.
Penelitian pada pasien dewasa yang memiliki depresi menunjukkan gangguan dalam pemilihan keputusan yang berhubungan dengan reward. Hal ini juga ditemukan dalam anak – anak muda berusiakan 10-11 tahun. Dari penelitian yang dilakukan hasinl yang didapatkan konsisten dengan penelitian yang dilakukan menggunakan Cambridge Gambling Task (CGT). Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan  perbedaan pemilihan keputusan pada Orang – orang muda yang memiliki ancaman depresi dari keturunan dengan control group yang tidak memiliki ancaman tersebut.



Pembahasan

            Dalam penelitian yang dilakukan, digunakan 63 orang muda yang berusiakan antara 16 sampai 20 tahun dengan rata – rata umur kurang lebiih 18.9 tahun dan berisikan 39 wanita dan 24 pria. Para partisipan tidak memiliki gejala depresi tetapi mempunyai orang tua yang memiliki sejarag depresi (FH+). Partisipan dalam penelitian di tes menggunakan SCID-I untuk memastikan tidak adanya sejarah depresi personal, dan depresi yang ada pada orang tua dipastikan oleh partisipan tentang sejarah kesehatan orang tua. Sejarah ini  dipastikan dengan beberapa kriteria tertentu yang menunjukkan gejala- gejala depresi yang parah pada seseorang dan juga obat – obat apa saja yang digunakan oleh individu tersebut. Kemudian dipastikan kembali dengan konfirmasi sang orang tua tentang sejarah kesehatan mereka.
            Penelitian dilakukan menggunakan CGT yang menilai perilaku pengambilan keputusan dan pengambilan resiko pada individu. Para partisipan dilihatkan 10 kotak merah dan biru di atas layar. Dengan variasi perbandingan antar merah dengan biru 9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, dan sebaliknya dalam urutan acak. Mereka diberitahukan bahwa di dalam salah satu kotak tersebut ada token berwarna kuning dan diminta untuk memilih warna apa yang menurut mereka akan berisikan token tersebut dengan menekan tombol MERAH atau BIRU. Kemudian mereka diminta untuk mempertaruhkan poin yang mereka miliki, dari total poin 100, untuk pilihan tersebut. Ini menunjukkan seberapa besar keyakinan para individu terhadap jawaban mereka dan seberapa besar tekad mereka dalam mempertaruhkan poin yang mereka miliki untuk mendapatkan reward yang lebih besar dari yang dipertaruhkan.
           



Dari hasil yang didapatkan, tidak ada perbedaan suasana hati dan kegelisahaan pada partisipan. Ada perbedaan dalam IQ partisipan yang digunakan sebagai kovariat. Tidak ada perbedaan signifikan dalam pelaksanaan CGT antara control group dengan grup FH+. Pada pengambilan resiko terdapatkan perbedaan besar, dimana partisipan FH+ mengambil resiko lebih sedikit dibandingkan dengan control group. Perbedaan ini ditunjukkan dalam poin yang dipertaruhkan grup FH+ lebih sedikit dibandingkan dengan control group . Yang berartikan grup FH+ lebih sedikiti mengambil resiko dibandingkan dengan control group.



Pendapat

            Penelitian tentang pengambilan resiko dalam partisipan yang memiliki orang tua bersejarahkan mempunyai depresi ini menarik. Dari hasil yang di dapatkan, walau mereka sendiri tidak memiliki depresi, grup FH+ berkecenderungan mengambil resiko yang lebih kecil dibandingkan control group.
Dari data yang didapat, berkemungkinan bahwa keturunan dari orang tua yang mempunyai sejarah depresi memang berpengaruh dalam proses pengambilan resiko pada kehidupan para individu tersebut. Metode yang digunakan pun cukup menarik. CGT dapat digunakan untuk penelitian pengambilan resiko tetapi dalam pelaksanaannya tidak hanya itu saja yang dapat disimpulkan dari data yang didapatkan dalam penelitian ini.



Kesimpulan

            Dalam penelitian tentang resiko  keturunan dari orang tua yang mempunyai sejarah depresi ini berfokuskan terhadap orang – orang yang muda. Digunakan dua grup yaitu grup FH+ yang mempunyai orang tua dengan sejarah depresi dan control group yang tidak mempunyai sejarah tersebut.
Penelitian dilakukan menggunakan CGT yang berfokuskan terhadap pengambilan resiko. Pengambilan resiko ini diukur dengan menggunakan 10 kotak berwarna merah dan biru yang salah satunya berisikan token berwarna kuning. Partisipan diminta untuk memilih warna yang menurut mereka memiliki token tersebut di dalamnya dan kemudian mempertaruhkan poin yang dimiliki untuk berkesempatan mendapatkan reward yang lebih besar.
            Hasil dari penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam pengambilan resiko antara dua grup tersebut. Dimana grup FH+ mengambil lebih sedikit resiko dibandingkan dengan control group. Hal ini memberikan gambaran efek dari resiko depresi dari keturunan, seperti dari orang tua yang memiliki sejarah depresi.



Daftar Pustaka


Z. N. Mannie, C. Williams, M. Browning and P. J. Cowen. Decision making in young people at familial risk of depression . Psychological Medicine, available on CJO2014. doi:10.1017/S0033291714001482.

Thursday, December 4, 2014

Fallacy

Kesesatan Pemikiran (Fallacia)
Tinggi rendahnya probabilitas penalaran ditentukan faktor subjektif. Faktor ini membawa manusia pada kesesatan (fallacy). Fallacy atau Fallacia adalah kesalahan pemikiran dalam logika, bukan kesalahan fakta, tapi kesalahan atas kesimpulan karena penalaran yang tidak sehat. Contoh kesalahan fakta:

  1. Presiden AS Barack Obama lahir di Indonesia.
  2. Ahmad lahir dg bintang gemini, maka hidupnya penuh dgn persoalan.

Kesalahan penalaran diklasifikasikan menjadi kesesatan formal dan kesesatan informal.

A.         Kesesatan Formal merupakan pelanggaran terhadap kaidah logika.
Contoh: Semua penodong berwajah seram.
Semua pengamen berwajah seram.
Jadi semua pengamen adalah penodong.

B.         Kesesatan Informal merupakan kesalahan tentang kesesatan dalam bahasa. Misalnya kesesatan diksi. Contoh:
  1. Penempatan kata depan yg keliru: Antara hewan dan manusia memiliki perbedaan.
  2. Mengacau posisi subjek atau predikat: Karena tidak mengerjakan PR, guru menghukum anak itu.
  3. Ungkapan yg keliru: Pencuri kawakan itu berhasil diringkus polisi minggu yang lalu

Macam-macam kesesatan informal dan contohnya:


·       Amfiboli: sesat karena struktur kalimat bercabang. Mis. Anto Anak Bu Lasma yang hilang ingatan lari dari rumah.

·       Kesesatan aksen/prosodi: sesat karena penekanan yang salah dalam pembicaraan. Mis. Ada aturan ‘Anda tidak boleh mengganggu anak tetangga’. Nah Pak Budi bukan tetangga anda. Maka anda boleh mengganggu anaknya.


·       Kesesatan bentuk pembicaraan: sesat karena orang menyimpulkan kesamaan konstruksi juga berlaku bagi yang lain. Mis. Berpakaian artinya memakai pakaian. Bersepeda artinya memakai sepeda. Maka, beristeri artinya memakai isteri.

·       Kesesatan aksiden: yang aksidental dikacaukan dengan hal yang hakiki. Mis. Sawo matang adalah warna. Org Indonesia itu sawo matang. Maka, Org Indonesia itu adalah warna.


·       Kesesatan karena alasan yg salah: Konklusi ditarik dr premis yg tak relevan.

·       Kesesatan presumsi, dibagi menjadi;
a.    Generalisasi tergesa-gesa: Orang Padang pandai memasak.
b.    Non sequitur (belum tentu): Memang saya tidak lulus karena beberapa hari yang lalu saya berdebat dg dosen tsb.
c.     Analogi palsu:Membuat isteri bahagia seperti membuat hewan piaraan bahagia dg membelai kepalanya dan memberi banyak makan.
d.    Penalaran melingkar (petitio principii): Manusia merdeka krn ia bertanggungjawab dan ia bertanggungjawab krn ia merdeka.
e.    Deduksi cacat: Barangsiapa sering memberi sumbangan, maka dia pasti org baik. Andi pasti orang baik.
f.      Pikiran simplistis: Karena ia tidak beragama, maka ia pasti tidak bermoral.

·       Menghindari persoalan, dibagi menjadi;
a.    Argumentum ad hominem: Jangan percaya omongannya karena ia bekas narapidana.
b.    Argumentum ad populum: Anda lihat banyak ketidakadilan dan korupsi, maka Partai Nasdem adalah partai masa depan kita.
c.    Argumentum ad misericordiam: Seorg terdakwa meminta keringanan hukuman krn mengaku punya banyak tanggungan.
d.    Argumentum ad baculum: Karena beda pendapat, suka meneror org lain.
e.    Argumentum ad auctoritatem: Mengutip pendapat Freud mengenai psikoanalisa.
f.     Argumentum ad ignorantiam: Bila tidak bisa dibuktikan bahwa Tuhan itu ada, maka Tuhan tidak ada.
g.    Argumen utk keuntungan seseorang: Seorang pengusaha berjanji mau membiayai kuliah, bila mahasiswi mau dijadikan isteri.
h.    Non causa pro causa: Org sakit perut setelah menghapus sms berantai, maka dia menganggap itu sbg penyebabnya.

·      Kesesatan retorsi, dibagi menjadi;
a.    Eufemisme/disfemisme: Pembangkang yg dianggap benar disebut reformator. Bila tdk disenangai maka disebut anggota pemberontak.
b.    Penjelasan retorik: Dia tidak lulus karena tidak teliti mengerjakan  soal.
c.     Stereotipe: Orang Jawa penyabar. Orang Batak suka menyanyi.
d.    Innuendo: Saya tdk mengatakan makanan tidak enak, tapi mau mengatakan lukisan itu bagus.
e.    Loading question: Apakah Anda masih tetap merokok?
f.      Weaseler: Tiga dari empat dokter menyarankan bahwa minum itu memperlancar pencernaan.
g.    Downplay: Jangan anggap serius omongannya karena dia hanya buruh bangunan.
h.    Lelucon/sindiran: anda pintar jika tetap merokok.
i.      Hiperbola: membesar-besarkan.
j.      Pengandaian bukti: studi menunjukkan….
k.     Dilema semu: Tamu yang menolak kopi, langsung disuguhi sirup.